Sumarmi gemar benar menyantap makanan manis. Sayang, ia tidak mengimbangi dengan pola hidup yang sehat. “Badan terasa berat untuk bergerak. Mencuci baju yang biasanya pakai tangan saya ganti dengan mesin cuci,” ujar perempuan kelahiran Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, itu. Sumarmi tak sadar, kebiasaan itu meningkatkan kadar gula darahnya. Pada 2006, dokter mendiagnosis ibu 5 anak itu terkena diabetes mellitus. Kadar gula darahnya 400 mg/dl.
Sejak saat itu Sumarmi tak bisa lepas dari obat penurun gula darah. “Setiap hari saya harus minum 7 jenis obat dari kapsul sampai tablet,” ujarnya. Penyakit itu pula yang membuatnya harus keluar masuk klinik setiap bulan. “Sekali datang saya menebus resep obat paling murah Rp700.000. Karena uang sering kurang, saya hanya menebus setengahnya saja,” ujar Sumarni. Wajar jika kondisi Sumarmi tak membaik bahkan semakin mengkhawatirkan.
Sering berkemih
Penyakit diabetes mellitus pun mulai menggerogoti indra penglihatan Sumarmi. Tak hanya itu, Sumarmi semakin tak bersemangat lantaran mudah sekali mengantuk. “Itu karena saat larut malam saya tidak bisa nyenyak tidur. Saya terganggu dengan berkemih rata-rata 4 kali tiap malam,” tutur Sumarmi. Menurut dr Ipak Ridmah Rinekawaty MSi, dokter dan penganjur herbal di Jakarta, gampang berkemih atau biasa disebut poliuri memang gejala diabetes.
“Biasanya saat malam hari, penderita diabetes bisa terus-terusan berkemih karena gangguan metabolisme,” kata dr Ipak. Selain poliuri gejala lain yang menonjol pada penderita diabetes yaitu banyak makan atau merasa lapar (polifagi) dan banyak minum atau kerap kehausan (polidipsi). Dari segi penyebab, 2 faktor utama adalah pola hidup tak sehat dan keturunan. “Dari garis keturunan, peluangnya 1:3 dibanding yang tak ada keturunan,” ujar dr Ipak.
Sumarmi menuturkan, keluarga termasuk orangtuanya tak ada yang terkena diabetes, sehingga kasus yang terjadi padanya lebih kepada pola hidup yang tak sehat. Menurut dr Ipak, kadar gula darah dikatakan tinggi alias tak normal jika melebihi 150 mg/dl. “Kalau sudah di atas 200 mg/dl maka harus menjalani terapi,” ujarnya. Dari segi penanganan diabetes, menurut dr Ipak secara medis dengan pengobatan herbal agak berbeda.
“Pengobatan secara medis lebih cenderung kepada pemberian obat penurun kadar gula darah, sementara dengan herbal atau obat tradisional melalui perbaikan fungsi pankreas,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu. Hal itu karena pankreas memproduksi insulin yang bertugas mengontrol gula darah. Gangguan pankreas menyebabkan kadar gula darah tidak normal.
Santan kelapa
Pada September 2015, Sumarmi mendengarkan siaran di radio mengenai pemanfaatan santan ekslusif yang diisi oleh dokter penganjur herbal di Malang, dr Zainal Gani. “Dokter Zainal Gani menganjurkan penderita diabetes untuk konsumsi santan. Awalnya sempat ragu tetapi tetap saya coba,” ujarnya. Keesokan hari, sembari belanja kebutuhan sehari-hari di pasar, Sumarmi membeli sebuah kelapa seharga Rp8.000.
“Separuh saya buat santan dan saya minum hari itu juga. Sementara sisanya saya simpan di lemari es untuk konsumsi hari berikutnya,” ujarnya. Sumarmi mengolah setengah butir kelapa itu dengan memblender dan menambahkan 2 gelas air matang. Ia mengonsumsinya sesuai anjuran dr Zainal Gani, yakni sebelum sarapan dan sore masing-masing segelas. “Baru tiga hari konsumsi badan saya terasa ringan. Tubuh saya juga terasa ingin beraktivitas terus,” ujar nenek 4 cucu itu.
Ia pun meneruskan konsumsi santan hingga tiga bulan kemudian ia merasa tak sakit lagi. “Rasanya saya seperti orang tidak sakit apa-apa. Saat saya cek kadar gula darah sudah turun menjadi 200 mg/dl,” kata Sumarmi. Tiga bulan pascakonsumsi, Sumarmi mulai menanggalkan kacamata. “Kalau saya pakai malah terasa pusing. Hanya waktu membaca saja saya pakai. Padahal dulu ke mana-mana saya harus pakai,” ujarnya.
Sumarmi mengonsumsi santan kelapa sehari dua gelas.
Tak hanya kadar gula darah yang berangsur-angsur turun, penyakit asam lambung Sumarmi juga membaik. Sayuran yang “tajam” di lambung seperti kubis dahulu menyakiti perut Sumarmi. “Sekarang sayuran apa saja saya tidak khawatir, karena sudah tidak terasa sakit lagi,” katanya. Sejak itu, banyak perubahan dalam hidup Sumarmi. Ia menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam beraktivitas.
“Saya sudah tidak merasa malas lagi. Malah inginnya terus bergerak. Sekarang saya rajin mengikuti pengajian kadang 3 kali tiap pekan. Padahal, dulu terasa malas sekali,” ujar Sumarmi. Menurut dr Zainal Gani, santan kelapa berkhasiat mengontrol kadar gula darah dalam tubuh. “Senyawa yang paling berperan yaitu asam laurat yang berfungsi membantu mengaktifkan sel-sel tubuh untuk cepat mengolah gula meski tanpa bantuan insulin,” ujarnya.
Selain mengonsumsi santan, cara yang lebih praktis yaitu mengonsumsi minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO) yang banyak beredar di pasaran. Pengalaman Zainal Gani, konsumsi 5 sendok makan VCO menurunkan kadar gula darah dari 280 mg/dl menjadi 200 mg/dl dalam 2 jam. Bagi Sumarmi, santan kelapa amat membantu baik untuk kesehatan badan maupun perekonomian keluarga.
“Dulu sebelum mengenal santan, kalau saya periksa ke dokter paling sedikit saya mengeluarkan uang Rp700.000 untuk menebus resep obat. Sekarang setelah mengetahui manfaat santan, saya hanya mengeluarkan uang Rp4.000 tiap hari untuk membeli setengah butir kelapa. Sebulan hanya Rp120.000. Sudah sehat, enak, dan juga murah,” ujar Sumarmi riang. (Bondan Setyawan)
Sumber : trubus-online.co.id
PS: Anda bisa mendapatkan VCO asli, organik dan berkualitas tinggi sebagai pengganti konsumsi santan DI SINI.
Mau tahu bagaimana mengobati banyak penyakit hanya dengan air kelapa, santan, daging kelapa dan minyak kelapa? Silahkan Anda dalami ilmunya DI SINI.